Waka PA Stabat Kemukakan Standarisasi Ibadah Puasa
Stabat, pa-stabat.net (25/06)
Pada jadwal kedua Ramadhan, 22 Juni 2015 Waka PA. Stabat ( Drs. H.Tarsi, S.H.,M.H.I.) telah memberikan tausiyahnya pada acara Ta’mir Ramadhan di PA. Stabat. Hadir dalam acara tersebut para hakim, dan Pegawai PA. Stabat serta sejumlah pelajar SMK yang sedang PKL.
Rangkaian kegiatan ta’mir Ramadhan, didahului dengan shalat Zduhur berjamaah, dan dilanjutkan dengan ceramah agama. Waka PA. Stabat dalam tausiyahnya telah memaparkan standarisasi untuk mengukur ibadah puasa yang dilakukan, agar dapat diketahui apakah ibadah puasa dan ibadah lainnya dalam bulan Ramadhan mengalami kerusakan baik fisiknya maupun pahalanya.
Sebelum memberikan standarisasi tolak ukur ibadah puasa, beliau mengajak untuk menghayati sebuah hadits Rasulullas SAW yang artinya “Berapa banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak memperoleh apa-apa dari puasanya, kecuali sekadar lapar dan dahaga”.Untuk mengkur ibadah puasa dan ibadah lainnya yang sedang berlangsung ini, Waka PA. Stabat memberikan tolak ukurnya dengan 3 katagori :
Imam Ghazali dalam kitabnya “Ihya Ulumuddin” menyebutkan Puasa itu ada tiga stratifikasi.
- Puasa umum/awam, dimana orang ini berpuasa hanya sekedar tidak makan dan minum serta tidak menyalurkan nafsu syahwat di siang hari, dan anggota badannya tidak dapat dijaganya dari perbuatan dosa.
- Puasa Khusus, yaitu puasa orang-orang shalihin dimana orang ini berpuasa tidak saja seperti orang awam, tetapi dia juga mampu memelihara dirinya baik mulut, telinga, mata, tangan, kaki dan seluruh anggota tubuhnya tidak melakukan perbuatan noda dan dosa.
- Puasa Khususil khusus, yaitu puasa bagaikan para nabi dan aulia Allah. Yakni puasa hati, dimana puasa seperti ini tidak saja melakukan puasa sebagaimana dilakukan oleh orang umum/awam, puasa orang-orang shalihin, tetapi lebih dari itu yaitu hatinya tidak mencita-citakan masalah dunia dan juga tidak memikirkan urusan duniawi selagi sedang berpuasa.
Standar kedua adalah dengan menghubungakan puasa kita dengan hadits Rasulullah SAW yang menyebutkan ada 5 macam yang dapat membatalkan pahala puasa, apabila melakukan salah satu dari lima macam ini maka batal pahala puasa. Maksudnya puasanya sah, tetapi tidak mendapat pahala dari puasanya yaitu :
- Al Kazibu (Dusta), Baik dusta kepada sesama manusia seprti dusta kepada anak, keluarga, orang tua dan kepada siapa saja, lebih-lebih dusta kepada Allah
- Ghibah (Mengupat orang lain) maksudnya menyebut kejelekan/aib orang lain meskipun yang disebutnya itu benar, dan jika tidak benar dinamakan fitnah.
- Namimah ( Merumpi) maksudnya apa yang didengarnya dari cerita orang lain tentang kejelekan seseorang, terus diceritakan/ disampaikan lagi kepada orang lain, baik yang disampaikan itu apa adanya maupun berlebih dari cerita yang didapatnya.
- Sumpah Palsu, yaitu sesuatu yang diucapkan dan diterangkan, berbeda dari kenyataannya/sebenarnya, yang diawali dengan lafaz huruf qasam.
- Wannadzratu bi syahwah ( Memandang sesuatu yang bisa menimbulkan syahwat), apakah yang dilihat itu bentuk tubuh wanita, gambar, atau apa saja yang dapat membangkitkan nafsu syahwat begitu pula sebaliknya bagi wanita.
Standar ketiga dengan memperhatikan hati sebagai tolak ukurnya, apakah terdapat “Riya” pada orang yang beribadah itu atau tidak, dan yang dapat merasakannya hanya orang tersebut. Untuk mengukur hati ini, perlu diperhatikan ketentuannya sebagaimana yang disebutkan Imam Ghazali dalam kitab “ Ihya Ulumuddin “.
- Apabila orang yang beribadah itu misalnya membaca Al Qur’an, sedekah, atau shalat dan lainnya dengan penuh “ ikhlas karena Allah” bukan untuk dunia minta dipuji/riya, maka orang ini akan mendapat pahala.
- Apabila orang yang beribadah dengan tujuan untuk dunia/riya minta dipuji, maka orang beribadah seperti ini tidak mendapat pahala.
- Apabila orang yang beribadah dengan tujuan untuk dunia minta dipuji/riya dan dihatinya ada 50 %, kemudian dihatinya pula terdapat ikhlas karena Allah sebanyak 50 %, maka ibadah orang seperti ini tidak mendapat pahala.
- Apabila orang yang beribadah semula tujuannya untuk akhirat (ikhlas karena Allah) kemudian setelah selesai beribadah timbul dihatinya perasaan ingin minta dipuji/riya, maka ibadah orang seperti ini tetap mendapat pahala. Tetapi apabila ibadahnya tadi diceriterakan kepada orang lain dengan harapan agar orang lain dapat memujujinya, maka ibadah orang tersebut menjadi gugur pahalanya/tidak mendapat pahala.
Dari tiga standar tolak ukur untuk mengetahui ibadah puasa dan ibadah lainya dalam bulan Ramadhan, kiranya jamaah dapat merasakannya, apakah puasa kita berada pada maqam orang umum/awam atau sudah berada pada tingkatan saumul khusus seperti orang-orang shalihin. Seharusnya kita sudah berada pada maqam kedua ini, tidak pada maqam orang awam, sebab tingkatan pertama ini anak-anak SD juga dapat melakukannya. Berikutnya Puasa yang sudah kita jalani coba diteliti, apakah kita pernah melakukan salah satu dari 5 macam yang membatalkan pahala puasa, jika ada maka kedepan tidak boleh terjadi lagi. Karena kita akan mengalami kerugian terus menerus. Terakhir beribadahlah dengan hati yang ikhlas, dan jangan sekali-kali menceriterakan ibadah kepada orang lain dengan harapan minta dipuji/riya, karena akan menghilangkan pahalanya. (trs)
sumber: www.pa-stabat.net (25/06/2015)